Rabu, 29 April 2009

Dan ketika kami merasakan sakit hati…



Ketika di beri kesempatan untuk berkunjung ke satu perusahaan perkayuan besar di Indonesia, saya diperlihatkan satu peristiwa gangguan dari satwa liar yang belum pernah saya jumpai sebelumnya dengan mata kepala sendiri. Saya melihat kerusakan besar yang belum pernah saya lihat, menurut beberapa pekerja, ratusan kera ekor panjang bergerak merusak beberapa blok tanaman yang sudah berumur satu tahun. Anehnya pada saat saya melihat lokasi tersebut, terlihat hanya tanaman yang ada di sekitar jalan akses saja yang rusak. Tegakan – tegakan yang berada di dalam (baca: tidak disekitar jalan akses) tidak mereka rusak. Kerusakan yang timbul sangat besar, tegakan tersebut terkelupas kulitnya sehingga pada beberapa hari berikutnya tegakan tersebut akhirnya kering dan mati.

Pada saat yang sama, saya mendapatkan satu cerita seru, terkait dengan peristiwa mengamuknya Harimau Sumatera dan memakan beberapa orang korban. Di beberapa artikel Koran memebrikan pernyataan tentang semakin menyempitnya daerah jajahan sang harimau, wilayah yang biasanya dijadikan wilayah perburuan, sekarang ditumbuhi berbagai tanaman perkebunan, dan hilanglah rusa dan babi hutan. Keadaan ini memaksa sang harimau melampiaskan amarahnya pada manusia yang dia jumpai di sekitar bekas wilayah jajahannya. Ketika saya mendengarkan penjelasan dari staf perusahaan tersebut, saya mendengar juga satu versi lain yang diceritakan beliau sesuai yang dia dengar dari beberapa kawannya, entah yang mana yang benar tapi menurut pemikiran saya cerita ini sangat bisa adalah kenyataan.

Cerita yang diceritakan adalah sebagai berikut :

Pada suatu hari beberapa orang perambah berhasil menangkap anakan harimau, anakan yang malang ini terpisah dari induknya dan digelandang ke gubug si penjarah. Tentunya sang induk akhirnya kebingungan mencari anaknya yang hilang ini, dengan indera penciuman dan insting pemburunya, induk harimau berhasil mendapatkan jejak anaknya, tetapi sedikit terlambat, karena si anak telah berpindah tangan dan konon saat ini sudah ada di tangan cukong di Jakarta. Di pondok para penjarah inilah sang induk melampiaskan kemarahannya pada para penculik anaknya.

Dari kedua peristiwa ini, kita hanya bisa menganalisis, bahwa bagaimanapun juga setiap makhluk hidup mempunyai insting untuk bertahan hidup. Insting inilah yang membimbingnya melakukan pilihan hidup. Mungkin tidak sama dengan manusia yang sebelum melakukan sesuatu dia akan berpikir beberapa kali untung dan rugi, serta resiko – resiko yang akan dipilihnya pada satu tindakan. Mungkin hewan lebih spontan dalam pilihan tindakannya, ketika dia merasa marah karena kehilangan akan, dia tidak akan berpikir terlalu lama untuk cepat bertindak, atau ketika mereka terusik karena habitat aslinya terusik oleh keserakahan manusia , maka mereka pun “protes” dengan merusak tegakan di sekitar jalan mungkin untuk menunjukkan wilayah kekuasaannya.

Dan saya tetap berharap peristiwa tragis dengan jatuhnya korban nyawa akan terulang lagi hanya karena kita mengusik dan merusak proses alam, menyebabkan ketidak seimbangan ekosistem. Bumi semakin tua , dan manusiapun semakin kuat mempertahankan diri untuk kelangsungan hidup kaumnya (dan kebanyakan tidak peduli lagi kana lam sekitarnya). Pilihan yang sulit ketika diperhadapkan pada pilihan ini….dan kita harus memilih akan menjadi seperti apa kita, manusia yang berakal budi atau hewan…..

Sedikit oleh – oleh dari kerajaan lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar